Rabu, 21 Juli 2010

TROPY PIALA DUNIA


Piala bergilir adalah sebuah piala yang tidak pernah menetap keberadaannya. Jenis piala ini akan menclok dari satu tempat ke tempat yang lain berdasarkan kemenangan. Namun jika ditanya apakah tujuan dari pemain dalam mengikuti pertandingan itu adalah demi mendapatkan Piala Bergilir ? Tentu saja jawabannya tidak ! Kemenangan adalah kebanggaan sejati dari seorang pemain. Piala bergilir hanyalah sebatas bonus semu yang bisa mereka lihat, tapi tidak pernah bisa mereka miliki. Seorang pemain sepak bola hanya akan numpang foto di samping Piala Dunia, namun senyum mereka adalah untuk pencapaian tertinggi dari prestasi yang baru saja mereka raih. Tidak ada yang abadi dalam diri Piala Bergilir karena memang mungkin itulah takdirnya hingga suatu saat piala tersebut akan tergantikan dengan piala bergilir yang lebih menarik penampilannya.

Adapun seorang yang bernama Jules Rimet yang mencetuskan keberadaan trofi Piala Dunia untuk diperebutkan pada Piala Dunia I di Uruguay. Trofi berbentuk seorang dewi sedang memanggul cawan dan dirancang oleh pematung Perancis Abel Lafleur, yang mempunyai tinggi 35 cm dan berat 3,8 kg, dimana kepala tropi terbuat dari perak dan emas, sementara di bagian bawah terbuat dari semi batu mulia dan dilapisi lazuli. Trofi ini pernah hilang dan akhirnya ditemukan lagi oleh Anjing yang bernama Pickles. Namun dengan bergantinya waktu, maka Piala Bergilir yang menarik ini harus rela tergantikan oleh Piala Bergilir yang lebih menarik darinya. Jules Rimet Cup ( nama dari piala bergilir ini ) harus membuka mata bahwa ada saatnya harus berhenti diperebutkan oleh banyak orang yang sebenarnya tidak pernah memperebutkan dirinya. Kemenanganlah yang dikejar dan Piala Bergilir hanyalah sebuah bonus sementara.

Pada Piala Dunia tahun 1974 di Jerman Barat, FIFA telah mengusung trofi baru rancangan seniman Italia Silvio Gazzaniga. Dengan bentuk yang lebih menarik dan terbuat dari emas 18 karat, akhirnya piala bergilir ini dinamakan World Cup dan terus berganti dari negara yang satu ke negara yang lain. Dari semua itu bisa kita gambarkan sebuah simbolisasi Piala bergilir sebagai bentuk penghormatan kepada para pemain yang tampil hebat selama pertandingan dan layak untuk dititipi Piala bergilir kelas dunia ini. Namun keberadaan piala bergilir bukan hanya pada tingkat dunia saja. Di kelas kelurahan, bahkan RT/RW pun kita seringkali melihat adanya piala bergilir. Walaupun tidak seelok piala bergilir pertandingan kelas dunia, tetapi tetap saja ia merasa berhak untuk diperebutkan oleh para pemain yang sebenarnya tidak sedang mengejarnya. Sekali lagi, kemenangan dan ambisi pribadilah yang membuat seorang pemain mampu kuat bertahan ditengah kerasnya sebuah pertandingan. Welcome to FIFA World CUP 2010. Aku kan setia menanti setiap aksi pemain kelas dunia dalam memperagakan seni bermain bola tingkat tinggi. Bermainlah yang cantik wahai pemain bola idola-idolaku :D

Selasa, 20 Juli 2010

MYOB accounting

MYOB merupakan salah satu aplikasi pembukuan terintegrasi dengan jumlah pengguna terbanyak di dunia selain Quickbooks dan rangkaian produk dari Sage Group. Salah satu keunggulan dari MYOB adalah kemudahan pengoperasiannya dan menu yang intuitive, sehingga pengguna awam sekalipun dapat segera menguasai langkah pengoperasian dasar dengan sangat mudah dan cepat.


Sejarah Singkat MYOB

MYOB dimulai di Australia pada tahun 1991 dan merupakan salah satu perusahaan yang sukses mengenali kebutuhan yang unik dari perusahaan kecil-menengah sampai perusahaan menengah-besar akan sistem manajemen bisnis (business management systems) yang powerful, mudah dan terjangkau.

MYOB Premier - MYOB paling populer

Banyak penghargaan diterima oleh jajaran produk MYOB sejak tahun 1991 sampai sekarang.

Sukses ini kemudian berkembang ke seluruh dunia. MYOB pada tahun itu juga memenangkan 1991 MacWorld Award untuk kategori Best Accounting Software dan kategori Best Newcomer Software.

Tahun 1996, MYOB Inc., terus berkembang dan bergerak dibawah payung MYOB Limited. MYOB kemudian mengembangkan 6 cabang untuk meng-cover pemasaran MYOB di seluruh dunia, yaitu MYOB US, Inc., MYOB Canada Inc., MYOB Australia Pty Ltd., MYOB New Zealand, MYOB UK Ltd. dan MYOB Asia, yang saat ini terus berkembang dengan munculnya versi khusus negara lainnya, versi Malaysia adalah yang pertama dia Asia, sebelum munculnya versi Singapura, Hongkong dan Asia-International, dan sekarang telah lebih banyak lagi versi negara yang tersedia.

Tahun 1999, saham MYOB Limited mulai diperdagangkan di pasar saham Australia dan menjadi 'most successful stock listing' di Australian Stock Exchange.
Sampai tahun ini MYOB telah terjual sebanyak hampir 1 juta copies !!!. Di Asia, Perkembangan MYOB mengalami percepatan yang luar biasa dan diharapkan akan mendekati kecepatan perkembangan penggunaan MYOB di Australia, Amerika, Eropa, dan region lain di dunia, hal tersebut ditandai dengan berkembangnya MYOB Asia yang sekarang telah dipecah menjadi MYOB Malaysia, MYOB Singapura dan MYOB Hongkong.


Sistem Pembukuan Terintegrasi, memberikan efisiensi kerja

MYOB memberikan kemudahan dalam proses administrasi usaha dengan mengintegrasikan fungsi-fungsi Buku Besar, Keuangan, Pembelian, Penjualan, Persediaan dan Pengelolaan Relasi, dimulai dari proses input dokumen dasar sampai pada proses pelaporan.
Dengan terintegrasinya fungsi-fungsi Buku Besar, Pembelian, Penjualan, Keuangan dan persediaan memberikan efisiensi kerja dengan menghilangkan pengulangan pencatatan transaksi, melalui fungsi-fungsi yang berbeda, dan memungkinkan ekplorasi data yang maksimal.


Otomatisasi Pembukuan

Dalam Program MYOB banyak sekali fungsi yang dapat diatur untuk mempermudah penggunaan, salah satunya adalah otomatisasi proses pembukuan dengan menggunakan Link Account (Link Perkiraan Transaksi) yang akan mengambil alih proses pembukuan mulai dari proses penjurnalan, posting sampai penyusunan laporan dan proses analisa bahkan fungsi pengendalian operasional.
Dengan adanya otomatisasi pembukuan ini anda tidak perlu lagi untuk melakukan pembuatan ayat jurnal, melakukan proses posting ke buku besar, melakukan proses summary dan filtering buku besar untuk menghasilkan laporan-laporan yang anda inginkan.
Yang anda perlu lakukan dengan menggunakan program ini adalah hanya melakukan 'Data Entry' dari dokumen dasar, proses-proses berikutnya akan dilakukan MYOB secara otomatis.

Jurnal akan dibentuk secara otomatis, yang kemudian di 'posting' ke dalam Buku Besar dan Buku Besar Pembantu, dan seterusnya sampai pembentukan Laporan Keuangan dan Laporan Penunjang lainnya.


Integrasi dengan Microsoft Office

MYOB juga berintegrasi dengan Microsoft Office, sehingga data/laporan akan dengan mudah dikonversi ke MS Excel untuk diolah lebih lanjut atau ke format HTML untuk pengiriman yang lebih mudah melalui internet, juga ke MS word untuk pencetakan surat (Mail Merge).


Mendukung penggunaan secara Multi User

Untuk menunjang Integrated System ini, selain digunakan secara Single-user, MYOB juga dapat digunakan secara Multi-user, sehingga data yang di-Input oleh pengguna yang satu, saat itu juga dapat digunakan oleh pengguna lainnya. MYOB dapat berjalan pada semua jenis jaringan yang populer, secara Peer to Peer atau Server-Client Network.
Eksplorasi Database yang maksimal

Dengan modul-modul Analisa, Pencarian Transaksi, Tugas (To do list) dan Fungsi Laporan dengan fungsi filtering dan designing, MYOB memberikan keleluasaan bagi penggunanya untuk mengeksplorasi database yang ada dan menampilkannya dalam beragam format seperti : Laporan (MYOB/Excel/dll.), Form Faktur/PO, Analisa Grafis, dll.

Dengan adanya modul-modul tersebut di atas, MYOB selain membantu penggunanya dalam meningkatkan efisiensi dan simplifikasi kerja, juga dalam fungsi pengendalian operasional perusahaan.

Film Terlaris Indonesia era1950-2004

1. Tjoet Nja’ Dhien (1986)

Sutradara: Eros Djarot
Pemain: Christine Hakim, Pitrajaya Burnama, Slamet Rahardjo, Rita Zaharah
Produksi: PT Kanta Indah Film, PT Ekapraya Film
Sebuah masterpiece! Tak ada yang menyangkal Tjoet Nja’ Dhien (1986) dibilang begitu. Film debut penyutradaraan Eros Djarot itu butuh waktu dua tahun buat menyelesaikannya. Pemeran utamanya, Christine Hakim jadi legenda hidup gara-gara film ini. Berkat Tjoet Nja’ Dhien, setiap aktris muda pasti menyebutnya sebagai panutan atau bintang idola. Tak ada yang menyangkal pula, sebagai Tjoet Nja’ Dhien, Christine berakting sempurna. Tak cuma Christine saja yang serba bagus di film ini. Filmnya sendiri, sebagai sebuah kesatuan karya sinema, nyaris tanpa cacat (diganjar 8 Piala Citra di FFI 1988). Tjoet Nja Dhien tak berisi uraian biografis kehidupan pahlawan dari Tanah Rencong itu. Melainkan juga berisi drama, pengkhianatan, dan kebesaran jiwa. Tak aneh rasanya kalau Tjoet Nja’ Dhien merupakan puncak pencapaian dunia perfilman kita yang belum terlewati hingga kini. *
2. Naga Bonar (1986)

Sutradara: MT Risyaf
Pemain: Deddy Mizwar, Nurul Arifin, Roldiah Matulessy, Afrizal Anoda
Produksi: PT Parsidi Teta Film
Lewat Naga Bonar, Asrul Sani lagi-lagi membuktikan bakat besarnya sebagai salah satu penulis cerita terbaik yang pernah dipunyai negeri ini. Asrul piawai menghadirkan dialog yang memicu tawa, yang begitu dipikir lebih dalam ternyata mengandung makna luhur. Naga Bonar hadir buat berkelakar. Namun, ia tak berkelakar sembarangan. Yang jadi bahan kelakar justru pejuang negeri saat perang kemerdekaan berlangsung. Naga Bonar menyindir pemujaan pada para pahlawan. Film ini berpesan, tak semua pejuang di masa lampau itu punya niat suci membela negeri. Ada yang cuma bisa bicara saja. Nah, Jenderal Naga Bonar (diperankan dengan gemilang oleh Deddy Mizwar) pun aslinya pencopet. Tapi dari sosok inilah kemurnian perjuangan lahir. Sebagai karya sinema, Naga Bonar tampil lengkap, berisi sekaligus menghibur; tergarap dengan baik, tanpa cacat cela. Pantas rasanya bila film ini memborong 7 Piala Citra di FI 1987. *
3. Ada Apa dengan Cinta? (2001)

Sutradara: Rudi Soedjarwo
Sutradara: Rudi Soedjarwo
Pemain: Nicholas Saputra, Dian Sastrowardyo, Titi Kamal, Ladya Cheryl
Produksi: Miles Productions
Ada Apa dengan Cinta? (AAdC?) jadi salah satu film penting negeri ini. Melahirkan tren yang sudah lama hilang dari jagad sinema kita: film bertema remaja. Selepas AAdC? lahir film-film bertema sejenis. Tren itu juga merambah ke teve. Sejak AAdC?, datang berduyun-duyun sinetron bertema remaja. Rasanya, sejak Gita Cinta dari SMA (1979) dulu baru ada lagi film Indonesia yang begitu digandrungi remaja. AAdC? tak kurang ditonton sekitar 2,7 juta orang di bioskop. Kalau dulu Gita Cinta dari SMA melahirkan sosok Galih dan Ratna, AAdC? punya Rangga (Nicholas Saputra) dan Cinta (Dian Sastrowardoyo). AAdC? lebih unggul di atas Gita Cinta lantaran kisahnya yang kompleks — tak cuma kisah kasih Rangga dan Cinta. Ada dilema antara persahabatan dan cinta, hingga niatan buat mencintai karya sastra (siapa yang bisa lupa kalau berkat film ini, buku langka berjudul Aku dicari, lalu dicetak ulang, dan laris manis). Selain itu, di lihat sebagai karya sinema, AAdC? juga lebih manis. Rudi Soedjarwo, sang sutradara, begitu lancar bertutur (Rudi dapat Piala Citra di FFI 2004). *

4. Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)
Sutradara: Chaerul Umam
Pemain: Deddy Mizwar, Lydia Kandou, Ully Artha, Ikranegara
Produksi: PT Prasidi Teta Film
Film baik tak lekang dimakan zaman. Bertahun-tahun selewat peredarannya, film itu masih asyik buat ditonton. Nah, Kejarlah Daku Kau Kutangkap tipe film seperti itu. Penonton tak sekadar diajak tergelak. Semua ini berawal dari skenario cerdas yang dibuat Asrul Sani, pengarahan kuat dari Chaerul Umam, sang sutradara, yang digenapi akting prima dari Deddy Mizwar, Lydia Kandou, Ully Artha, dan Ikranegara. Hasilnya, film ini layak ditasbihkan sebagai situasi komedi terbaik yang pernah dihasilkan sineas kita. Asrul berhasil membuat kelakar jenius tentang hubungan pria dan wanita. Kejarlah daku, tapi kau yang akan kutangkap. Itu idiom cinta yang ditambahkan Asrul pada kamus cinta. Dalam film ada hubungan Ramadhan (Deddy) dan Mona (Lydia) yang berkisar antara cinta dan benci, cinta dan gengsi, hingga cinta akhirnya mengalahkan segalanya.*
5. Badai Pasti Berlalu (1977)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Christine Hakim, Roy Marten, Slamet Rahardjo, Mieke Wijaya
Produksi: PT Suptan Film
Badai Pasti Berlalu jadi film Teguh Karya yang paling laris ditonton. Tak kurang, saat beredar dulu, film ini masuk urutan kedua film terlaris 1978 (ditonton 212.551 orang). Padahal buat Teguh sendiri, ia terpaksa membuat film itu. “… ingin nafas, dan balas budi dari film-film terdahulu yang kurang laku. Selain saya ingin memvisualkan sebuah novel ke dalam bahasa visual,” ujarnya seperti dimuat Pikiran Rakyat pada 1978. Badai Pasti Berlalu memang diangkat dari novel pop. Hasilnya, ya film pop. Sebelum diangkat jadi film, kisahnya memang sudah populer duluan saat dimuat bersambung oleh Kompas dan kemudian dinovelkan. Hingga saat difilmkan, orang tentu ingin menontonnya. Apalagi yang membuatnya Teguh Karya, sutradara yang piawai membuat film-film bermutu. Selain itu, yang membuat Badai Pasti Berlalu dikenang juga lantaran tata musik berikut lagu temanya yang digubah Eros Djarot. Lagu temanya abadi hingga kini. *
6. Arisan! (2003)
Sutradara: Nia DiNata
Pemain: Tora Sudiro, Cut Mini, Aida Nurmala, Surya Saputra
Produksi: Kalyana Shira Film
Untuk ukuran tahun 2000-an sekarang, Arisan! paling tepat ditunjuk sebagai film yang menelanjangi kehidupan di zamannya. Tanpa tedeng aling-aling, Arisan! menampilkan problematika hidup kaum borjuis Jakarta. Ada perselingkuhan, dilema cinta sesama jenis, hingga upaya mempertahankan nilai-nilai keluarga. Semuanya campur-aduk dalam balutan komedi segar. Kepiawaian sang sutradara, Nia DiNata, menggarap realitas ini mengingatkan kita pada kemampuan senada yang dimiliki sutradara besar lain macam Sjuman Djaya atau Asrul Sani. Nia tak cuma menghibur, ia juga mengajak penonton untuk jujur pada diri sendiri. Pesannya jelas, kehidupan kaum jetset Jakarta dipenuhi topeng alias kemunafikan. Arisan! juga jadi darah segar saat perfilman kita yang bangkit lagi dipenuhi film remaja dan horor. Di luar itu, Arisan! yang jadi film terbaik FFI 2004 ini juga melahirkan bintang baru. Tora Sudiro (pemeran Sakti yang gay) namanya.*
7. November 1828 (1978)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Maruli Sitompul, Yenni Rachman, Slamet Rahardjo, Sunarti, El Manik
Produksi: PT Intersindo, PT Gemini Satria Film, PT Garuda Film
Untuk ukuran tahun itu, penghujung 1970-an, November 1828 ditasbihkan sebagai film termahal. Film itu tak kurang menelan dana 240 juta rupiah buat memproduksinya. Dana yang dihabiskan utamanya digunakan untuk membuat seting semirip zaman yang ingin diceritakan dalam film — awal abad ke-19. Film ini melibatkan beberapa tokoh sejarah buat jadi penasihat, tukang jahit, dan entah siapa lagi buat menghidupkan realitas yang terjadi dua abad lalu. Uniknya, segala tetek bengek artistik itu tak dipakai buat banyak adegan kolosal. November 1828 bukanlah jenis film itu. Ia sebuah drama di tengah medan perang. Filmnya bertutur seputar pengepungan di rumah keluarga Kromoludiro (Maruli Sitompul), pengikut setia Sentot Prawirodirdjo, otak perang Pangeran Diponegoro. Dalam rumah itu berbagai drama yang menguras kemampuan akting setiap pemainnya berlangsung. Ada drama seputar dilema memilih menyerah pada penjajah — lantaran keselamatan keluarga terancam — atau berpegang teguh pada prinsip perjuangan mengusir penjajah.*
8. Gie (2005)
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Nicholas Saputra, Sita Nursanti, Wulan Guritno, Thomas Nawilis
Produksi: Miles Productions
Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa 1960-an, telah jadi sosok bak pahlawan. Pandangan dan kisah hidupnya memikat Mira Lesmana dan Riri Riza, pemilik Miles Productions. Keduanya lantas menggagas buat mengangkat kisah hidup Gie ke layar lebar. Hasilnya jadilah Gie. Akor ganteng Nicholas Saputra didapuk memerankan Soe Hok Gie. Tentu tampang Nico yang ganteng tak mirip Gie asli, akan tetapi ia bisa berakting (buktinya Nico diganjar FFI 2005 buat aktor terbaik). Selain itu, film ini punya gagasan lebih besar dari sekadar mengisahkan kisah hidup sosok Gie. Yakni bagaimana seorang yang ikut berjuang menumbangkan rezim korup, malah menemukan rezim korup baru. Teman-temannya semasa aktivis juga ikutan korup. Gie jadi sosok kesepian. Sebuah gagasan yang mengingatkan kita pada mahakarya Usmar Ismail, Lewat Djam Malam (1954). *
9. Taksi (1990)
Sutradara: Arifin C. Noer
Pemain: Rano Karno, Meriam Bellina, Nani Widjaja,
Produksi: PT Raviman Film
JB Kristanto, penulis buku Katalog Film Nasional, menyebut Taksi sebagai akhir petualangan dan kegenitan sutradaranya, Arifin C. Noer. Kalau di film-film sebelumnya Arifin bergenit-genit ria mengusung tema besar dengan penggarapan kolosal (Serangan Fajar, Pengkhinatan G-30-SPKI, dan Jakarta 1966), lewat Taksi Arifin tampil sederhana. Tapi justru saat sederhana itu film yang ia hasilkan amat baik. Kristanto menulis, “puisi dan wajah Indonesia yang selalu ingin diraihnya malah muncul.” Taksi tampil sarat makna tanpa mesti menggurui dan membodohi penonton. Proses pencarian jati diri Giyon (Rano Karno), sang supir taksi yang sarjana filsafat dan penumpangnya, Dessy (Merriam Bellina), atas makna hidup berlangsung seadanya — dan justru memikat.*
10. Ibunda (1986)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Tuti Indra Malaon, Alex Komang, Ayu Azhari, Niniek L Karim
Produksi: PT Satria Perkasa Esthetika Film, PT Sufin
Ibunda boleh dibilang puncak pencapaian Teguh Karya atas persoalan sehari-hari. Usai berpeluh mengangkat tema besar seperti nasionalisme dalam November 1828 atau Doea Tanda Mata, Teguh seolah kembali ke bumi, mengangkat tema yang bisa saja dialami orang kebanyakan. Ibunda punya cerita sederhana. Seputar kisah seorang ibu (Tuti Indra Malaon) yang menemukan anak-anaknya disesaki masalah pelik masing-masing. Selain ceritanya sederhana, Ibunda tampil dengan dialog wajar, pas, dan, dalam bahasa Salim Said, “tanpa tanda seru yang meminta perhatian.” Tapi di sinilah justru letak keunggulan Ibunda. Salim melengkapi pujiannya atas Ibunda dengan, “cerita yang baik, skenario yang bagus, dan penyutradaraan yang teliti telah menemukan bentuknya lewat pemain yang tampil sempurna.” *
11. Tiga Dara (1956)
Sutradara: Usmar Ismail
Pemain: Mieke Wijaya, Chitra Dewi, Indriati Iskak
Produksi: Perfini
Tiga Dara ditasbihkan jadi film karya Usmar Ismail yang paling dikenal orang banyak — mungkin karena ini film pop, bukan film berat berisi perjuangan revolusi atau kritik sosial. Tiga Dara mengisahkan kehidupan 3 perempuan kakak-beradik berikut suka-duka mereka (hubungan saudara yang kerap ribut-ribut kecil sampai problem dengan lelaki). Saat diedarkan dahulu Tiga Dara tergolong film laris di era 1950-an. Akting tiga bintang utamanya (Mieke Wijaya, Chitra Dewi, dan Indriati Iskak) sulit dilupakan. Ketiganya cantik-cantik dan muda. Mereka juga bermain bagus, diselingi nyanyian merdu (ini film musikal). Yang membuatnya abadi, flm ini masih enak ditonton hingga kini. Pantas rasanya bila Tiga Dara jadi penanda kultural untuk film remaja dari sebuah era (1950-an). *
12. Si Doel Anak Betawi (1973)
Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Rano Karno, Tino Karno, Dewi Rosaria Indah, Tutie Kirana
Produksi: PT Matari Film
Saat karya sastra diangkat ke layar lebar—di antaranya Salah Asuhan (1972)—Sjuman Djaya memilih mengadaptasi novel Aman Datoek Madjoindo berjudul Si Doel Anak Betawi. Ini cerita seputar suka-duka kehidupan Doel, seorang anak Betawi asli. Doel diperani Rano Karno saat masih kecil. Suka duka kehidupan Doel yang mencari figur ayah (setelah ditinggal mati ayahnya), melawan kerasnya hidup (ia harus membantu ibunya berjualan kue buat menyambung hidup), sampai menghadapi tekanan anak-anak nakal terekam baik. Dalam buku Katalog Film Indonesia, JB Kristanto menilai Si Doel Anak Betawi sebagai film anak-anak “yang boleh dikatakan berhasil. Suasana riang novel bisa teralihkan ke film.” Di akhir film, Sjuman menekankan kalau Doel bersekolah—sebagai pesan untuk memutus lingkaran anak Betawi yang tak berpendidikan formal. Ini juga sebagai peletak buat film lanjutannya, Si Doel Anak Modern (1976). Saat Si Doel (diperani Benyamin S), karena mengenyam pendidikan, telah jadi pria modern. *
13. Kampus Biru (1976)
Sutradara: Ami Prijono
Pemain: Roy Marten, Rae Sita, Yatie Octavia, Farouk Afero
Produksi: PT Safari Sinar Sakti Film
Sebelum Kampus Biru, Roy Marten main dua film yang kurang sukses di pasaran — Bobby (1974) dan Rahasia Gadis (1975). Nah, baru di Kampus Biru Roy menemukan momentum jadi bintang idola. “Inilah titik balik dalam perjalanan karier saya,” ujarnya suatu kali pada Bintang. Roy benar. Kampus Biru sukses besar (terlaris ketiga pada 1976, ditonton 168.456). Selain Roy, Rae Sita juga dipuji habis. Salim Said amat memuji akting Rae. Di matanya, Rae Sita adalah Dra. Yusnita sebenarnya. Yustina diceritakan sebagai dosen perawan tua di “kampus biru”, sebutan buat Universitas Gajah Mada, yang terlibat cinta dengan mahasiswanya, Anton (Roy). Ini sebuah tema berani. Ami Prijono, sang sutradara, mengangkatnya dari novel populer Ashadi Siregar. Menurut antropolog Karl G. Heider, Kampus Biru disebut sebagai film Indonesia pertama dengan adegan ciuman di bibir secara penuh. Selain itu pula, Kampus Biru juga dicatat sebagai film pertama yang merekam utuh kehidupan kampus. Hingga ia jadi tontonan wajib mahasiswa atau mantan mahasiswa masa itu. *
14. Doea Tanda Mata (1984)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Alex Komang, Jenny Rachman, Sylvia Widiantono
Produksi: PT Citra Jaya Film
Nasionalisme jadi tema besar yang diusung Doea Tanda Mata. Dalam film ini Teguh Karya mengajak merenungkan kembali makna kemurnian perjuangan. Ada seorang lelaki bernama Goenadi (Alex Komang) yang terombang-ambing antara dua wanita dan pemihakan kepada bangsa sendiri atau musuh — dalam suasana pergerakan pemuda Indonesia 1930-an. Kritikus film Marselli Sumarno menyebut Doea Tanda Mata punya cerita yang mengalir runut tapi disertai gejolak. Teguh menuturkan kisahnya mirip pembagian babak yang menyerupai naik-turunnya layar di panggung teater. Semua itu didukung gambar-gambardinamik sorotan George Kamarullah. Dengan tata artistik sempurna khas Teguh, Doea Tanda Mata dikenang sebagai film yang oleh JB Kristanto “luput dari cacat umum film Indonesia, yakni inkonsistensi dan ke-tidaktaatasas-an.” *
15. Si Doel Anak Modern (1976)
Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Benyamin S, Achmad Albar, Christine Hakim, Tutie Kirana
Produksi: PT Matari Artis Film
Jakarta yang berkembang jadi kota metropolitan — meninggalkan tradisi Betawi sebagai akarnya — dilirik sutradara Sjuman Djaya dengan amat jenial lewat Si Doel Anak Modern. Sjuman tak membuat film sedih berisi kejamnya ibu kota. Melainkan bereksplorasi dengan geger budaya yang dialami orang Betawi asli di tengah belantara metropolitan Jakarta. Ini sekuel film Sjuman yang lain, Si Doel Anak Betawi (1973). Kalau pada film pertama Sjuman menyutradarai berdasar novel aslinya, pada film lanjutannya Sjuman berdialektika atas pikirannya sendiri. Ia mengusung tema besar, apa yang terjadi saat orang yang masih memegang tadisi lama bersentuhan dengan kehidupan modern? Kegagapan apa yang terjadi? Yang membuat Si Doel Anak Modern jadi karya besar lantaran pilihan Sjuman untuk menyampaikan pesannya dengan cara komedi. Film ini jadi tak berisi uraian berat filsafat, tapi kelucuan demi kelucuan yang dilakoni Benyamin S, pemeran Si Doel. Syahdan, saat menjadi modern, Si Doel yang anak Betawi itu makan dengan sendok garpu, lebih suka pakai motor Jepang, sampai memilih potongan rambut kribo. *
16. Petualangan Sherina (1999)
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Sherina Munaf, Derby Romero, Uci Nurul, Mathias Muchus
Produksi: Miles Productions
Sebuah tontonan yang mengingatkan kita pada Home Alone (). Kala anak kecil mempecundangi orang dewasa. Petualangan Sherina jadi film besar lantaran dianggap sebagai penanda kebangkitan perfilman nasional. Sebelum Petualangan Sherina, bioskop tanah air melulu diisi film esek-esek. Baru setelah film ini datang, orangtua mengantre mengajak anaknya ke bioskop. Petualangan Sherina bertahan di bioskop selama berminggu-minggu. Film karya Riri Riza ini mampu mengundang 1,6 juta penonton ke bioskop. Jika Petualangan Sherina bukan film menarik, penontonnya mungkin tak sebanyak itu. Pada kenyataannya, sebagai karya sinema Petualangan Sherina bukanlah film buruk. Riri mampu bercerita dengan lancar diselingi lagu-lagu Sherina — ini film musikal. *
17. Daun di Atas Bantal (1997)
Sutradara: Garin Nugroho
Pemain: Christine Hakim, Kahncil, Sugeng, Heru, Sarah Azhari
Produksi: PT Chritine Hakim Film
Garin Nugroho disebut-sebut sebagai salah satu sineas pembaharu negeri ini. Ia lahir menjelang film nasional mati suri dan diisi film-film seks semata. Garin hadir membuat film yang lain. Ia mengoptimalkan bahasa gambar untuk bertutur. Akan tetapi, hasilnya film Garin sering tak dimengerti penonton kebanyakan. Sementara itu, di lain pihak, film-filmnya justru menuai puja-puji dan mengoleksi beragam penghargaan dari festival film di banyak negara. Nah, baru lewat Daun di Atas Bantal Garin bertutur dalam bahasa yang lebih dimengerti penonton. Filmnya lenier. Tak mengumbar metafor atau gambar puitik yang bikin bingung. Sebaliknya, Garin justru menampilkan sisi kehidupan anak jalanan dengan menarik. Realitas anak jalanan (yang dibintangi anak jalanan sungguhan, bukan aktor) hadir memikat buat penonton bioskop yang sebagian besar kelas menengah kota. *
18. Pacar Ketinggalan Kereta (1988)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Tuti Indra Malaon, Alex Komang, Nurul Arifin, o¬ngky Alexander
Produksi: NV Perfini
Pacar Ketinggalan Kereta boleh jadi sebuah kompromi dari Teguh Karya atas selera masyarakat. Setelah bertahun-tahun membuat film serius macam November 1828 (1979) sampai Ibunda (1986), Teguh bersikap lumer. Kisah yang ia ceritakan lebih mudah dipahami. Selain itu, Teguh juga berkompromi menggunakan aktor-aktor yang tengah populer — meski tetap mengandalkan bintang andalannya semisal Tuti Indra Malaon atau Alex Komang. Pilihannya jatuh pada o¬ngky Alexander, tenar lewat Catatan Si Boy, dan Nurul Arifin. Hebatnya, walau mencoba kompromi, Teguh tak mengabaikan kualitas filmnya. Jurus andalannya: teliti menata artistik film sampai mengontrol gerak pemain tetap kelihatan. Walhasil, Pacar Ketinggalan Kereta mendominasi ajang FFI 1989 (memboyong 8 Piala Citra).*
19. Cinta Pertama (1973)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Slamet Rahardjo, Christine Hakim, Kusno Soedjarwadi
Produksi: PT Jelajah Film
Christine Hakim lahir sebagai bintang film lewat Cinta Pertama. Buat ukuran bintang film saat itu, sosok Christine jauh dari ideal. Tubuhnya terbilang kurus. Sementara, di era itu wanita yang dicari buat jadi bintang film mestilah cantik dan berbadan bahenol. Kendati tak masuk ukuran, Christine mampu membuktikan diri kalau dirinya bisa berakting gemilang (ia diganjar Piala Citra di FFI 1974 untuk perannya). Filmnya sukses besar, ditonton banyak orang sekaligus menggondol Piala Citra (selain buat Christine) untuk film, sinematografi, musik, dan untuk Teguh Karya sebagai sutradara terbaik. Cinta Pertama unggul lantaran tak melulu berisi cerita cinta mendayu-dayu, tapi juga dipadu ketegangan yang melibatkan tembak-menembak di ujung film. Lewat Cinta Pertama, Teguh Karya membuktikan diri tak cuma bisa membuat film yang dipuji kritikus, tapi juga disukai penonton. *
20. Si Mamad (1973)
Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Mang Udel, Rina Hassim, Aedy Moward, Ernie Djohan
Produksi: PT Matari Film
Sjuman Djaya menunjukkan sikap sosialnya lewat Si Mamad. Ia mengusung sebuah kisah komikal yang nyaris jadi tragedi. Sebuah tragikomik, begitu kira-kira sebutannya. Kisahnya seputar Mamad (Mang Udel) yang mengalami kesulitan hidup, lantas melakukan korupsi kecil-kecilan di kantonya. Sebagai orang kecil yang tak pernah berbuat tak jujur sebelumnya, Mamad amat merasa bersalah. Sebuah sikap yang kontras dengan sikap para petinggi yang sudah korupsi besar-besaran malah berlaku seolah tanpa dosa. Sebuah kritik sosial yang tetap aktual hingga kini. Yang membuat film ini punya nilai lebih, bila dilirik dari tahun kelahirannya, di awal Orde Baru. Buat ukuran tahun itu, kritik sosial macam begini terhitung jarang. Sjuman membalutnya jadi suguhan komedi. Sebuah langkah yang tak cuma aman, melainkan juga cerdas.*
21. Pengantin Remaja (1971)
Sutradara: Wim Umboh
Pemain: Sophan Sophiaan, Widyawati, WD Mochtar, Sofia WD, Fifi Young
Produksi: PT Aries Film
Kalau Hollywood punya film drama romantis yang berakhir tragis berjudul Love Story (1970), perfilman kita punya Pengantin Remaja. Banyak yang menyebut film karya Wim Umboh atas skenario Sjuman Djaya ini jiplakan film Hollywood itu. Wim berkelit. Katanya, Pengantin Remaja lebih mirip kisah cinta Romeo dan Juliet versi Indonesia (nama tokohnya saja Romi (Sophan Sophiaan) dan Juli (Widyawati). Lalu, kisah cinta mereka juga tak direstui orang tua). Ada juga yang bilang gagasan film ini lahir dari Sjuman Djaya. Entahlah. Yang pasti dalam resensi di Tempo pada tahun itu, Salim Said memuji film ini. Salim menulis, “Orang Indonesia juga bisa bikin film yang baik seandainya mereka sungguh-sungguh.” Pada kalimat sebelumnya ia menulis, “Agak berlebihan barangkali menyebut Pengantin Remaja sebagai salah satu film terbaik yang pernah dibikin di Indonesia sejak enam puluhan, kendati pun sulit untuk tidak berkata demikian.” Nyatanya, Pengantin Remaja memang film terbaik di eranya. Film itu meraih Golden Harvest Award untuk Film Terbaik di ajang Festifal Film Asia pada 1971. *
22. Cintaku di Rumah Susun (1987)
Sutradara: Nya Abbas Akup
Pemain: Deddy Mizwar, Rima Melati, Doyok, Eva Arnaz
Produksi: PT Parkit Film
Cermin realitas sosial selalu lekat di film Nya Abbas Akup. Cermin itu pula bisa terlihat di Cintaku di Rumah Susun. Di siang bolong di rumah susun ada yang baru pulang belanja dengan bawaan seabrek, ada yang pacaran, ada suami-istri sedang mesra-mesraan, ada yang mendengarkan siaran bola. Di situ ada pula bujangan tua, Somad (Deddy Mizwar) yang masih dilarang pacaran. Somad lantas belajar buat punya pacar. Somad lantas kenal Zuleha (Eva Arnaz) yang seksi. Kelucuan di rumah susun lantas mengalir lancar. Macam-macam karakter disodorkan buat menunjukkan kompleksitas kehidupan di rumah susun. Eva Arnaz memang tampil seksi. Ini cuma bonus. Sajian utama tetap akting jempolan pemain lain dan cerita memikat. *
23. Gita Cinta dari SMA (1979)
Sutradara: Arizal
Pemain: Rano Karno, Yessy Gusman, Shirley Malinton, Junaedy Salat, Rizal Nurdin.
Produksi: PT Tiga Sinar Mutiara Film
Kisah cinta a la Romeo dan Juliet rupanya tak lekang dimakan zaman. Bahkan laku dijual dan ikutan jadi legenda. Gita Cinta dari SMA contohnya. Saat diedarkan dahulu, film ini laris ditonton orang — disebut Perfin sebagai film terlaris ketiga di Jakarta dengan 160.050 penonton. Selayaknya kisah gubahan Shakespeare, Gita Cinta dari SMA berkisah seputar hubungan asmara yang tak direstui antara Galih (Rano Karno) dan Ratna (Yessy Gusman). Sayangnya, Galih datang dari keluarga miskin, sedang Ratna anak orang kaya. Di mata penonton, Galih dan Ratna sosok ideal. Sempurna tanpa cacat cela. Keduanya bintang kelas, dan berperangai amat baik. Hingga, saat hubungan mereka tak direstui, mudah buat penonton untuk bersimpati. Saat beredar dulu, banyak remaja zaman itu bermimpi ingin jadi Galih atau Ratna. Soundtrack-nya yang digubah Guruh Soekarnoputra juga ikut populer. Film ini layak dicatat lantaran menciptakan tren film remaja era berikutnya. Selepas film ini, Rano Karno dan Yessy Gusman makin banyak menghiasi film remaja sejenis. *
24. Eliana, Eliana (2002)
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Rachel Maryam, Jajang C Noer, Henidar Amroe
Produksi: Miles Productions
Eliana, Eliana bukanlah film gelap. Kendati menawarkan kemuraman di awal, di akhir film Riri memberi penutup yang manis. Ini mungkin sedikit cacat Eliana, Eliana. Namun demikian, Riri tetap menawarkan sesuatu yang istimewa di film ini. Sebagai sutradara muda, ini karyanya yang menjanjikan. Lewat Eliana, Eliana ia mencoba menelurkan karyanya yang personal. Sisi gelap Jakarta ia rekam dalam rangkaian dialog antara Eliana (Rachel Maryam), Bunda (Jajang C Noer), atau supir taksi, serta gambar kotor dan jorok pinggiran Jakarta. Memang terlalu harafiah. Namun, dari film ini, Riri mulai membuktikan diri bukan cuma sutradara yang bisa membuat film laris (Petualangan Sherina), tapi juga sineas yang menjadikan film untuk menyampaikan gagasan. Hal yang kemudian ia buktikan dengan lebih baik lewat Gie (2005).*
25. Inem Pelayan Sexy (1977)

Sutradara: Nya Abbas Akup
Pemain: Doris Callebaute, Titiek Puspa, Jalal, Yetti Surachman
Produksi: PT Candi Dewi Film
Peran babu atau pembantu rumah tangga tak bisa dilepaskan dari kehidupan Jakarta. Tanpa babu, rumah orang kaya Jakarta bisa kacau balau, berantakan, masuk kerja jadi terlambat, sampai Nyonya besar jadi tak sempat ke salon (apalagi arisan). Tapi, apa jadinya kalau babu yang dipekerjakan ternyata cantik dan seksi? Tuan rumah jadi genit. Sementara Nyonya besar mesti ronda mengawasi. Itulah realitas yang diangkat Nya Abbas Akup lewat Inem Pelayan Sexy. Kemolekan sang babu, Inem (Doris) rupanya tak cuma menarik perhatian sang tuan rumah, Cokro (Aedy Moward) melainkan juga atasan Cokro, Tuan Bronto (Jalal). Bronto yang kaya raya kemudian takluk oleh Inem. Inem lantas jadi wanita kaya raya. Dari sini, Abbas menyisipkan pesan moral: saat kaya Inem tak lupa diri (ia tak mengganti namanya jadi lebih trendi), tapi justru membela kaum miskin. Ini yang membuat Inem Pelayan Sexy tak jatuh jadi komedi biasa. Meski berlabel seksi, film ini juga tak terjebak mengumbar sensualitas porno. Inem Pelayan Sexy justru jadi tonggak tersendiri dalam perjalanan film komedi negeri ini. *

SIKLUS ANGGARAN

Sejarah
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta[1]. Tanggal peresmian KNIP ini (29 agustus 1945) dijadikan sebagai hari lahir DPR RI.
Dalam Sidang KNIP yang pertama dipilih pimpinan sebagai berikut:
• Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
• Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
• Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
• Wakil Ketua III : Adam Malik
Adapun pimpinan saat ini (2010) sebagai berikut:
• Ketua: H. Marzuki Alie, SE., MM. (Fraksi Partai Demokrat)
• Wakil Ketua: Ir. Taufik Kurniawan, MM. (Fraksi Partai Amanat Nasional)[2]
• Wakil Ketua: Drs. H. Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golongan Karya)
• Wakil Ketua: Ir. H. Pramono Anung Wibowo, MM. (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
• Wakil Ketua: H.M. Anis Matta, Lc. (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera)
Jika dihitung sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, DPR RI saat (2010) ini adalah dewan yang ketujuhbelas[3]. Dewan-dewan selengkapnya sebagai berikut:
• Dewan Pertama: Komite Nasional Indonesia Pusat (29 Agustus 1945 - 15 Agustus 1950)
• Dewan Kedua: DPR Republik Indonesia Serikat (15 Februari 1950 - 15 Agustus 1950)
• Dewan Ketiga: DPR Sementara (16 Agustus 1950 - 26 Maret 1956)
• Dewan Keempat: DPR Pemilu 1955 (26 Maret 1956 - 22 Juli 1959)
• Dewan Kelima: DPR Peralihan (22 Juli 1959 - 26 Juni 1960)
• Dewan Keenam: DPR Gotong Royong (26 Juni 1960 - 15 November 1965)
• Dewan Ketujuh: DPR Gotong-Royong tanpa PKI (15 November 1965 - 19 November 1966)
• Dewan Kedelapan: DPR Gotong Royong - DPR Orde Baru (19 November 1966 - 28 Oktober 1971)
• Dewan Kesembilan: DPR Pemilu 1971 (28 Oktober 1971 - 1 Oktober 1977)
• Dewan Kesepuluh: DPR Pemilu 1977 (1 Oktober 1977 - 1 Oktober 1982}
• Dewan Kesebelas: DPR Pemilu 1982 (1 Oktober 1982 - 1 Oktober 1987)
• Dewan Keduabelas: DPR Pemilu 1987 (1 Oktober 1987 - 1 Oktober 1992)
• Dewan Ketigabelas: DPR Pemilu 1992 (1 Oktober 1992 - 1 Oktober 1997)
• Dewan Keempatbelas: DPR Pemilu 1997 (1 Oktober 1997 - 1 Oktober 1999)
• Dewan Kelimabelas: DPR Pemilu 1999 (1 Oktober 1999 - 1 Oktober 2004)
• Dewan Keenambelas: DPR Pemilu 2004 (1 Oktober 2004 - 1 Oktober 2009)
• Dewan Ketujuhbelas: DPR Pemilu 2009 (mulai 1 Oktober 2009)
[sunting] Tugas dan wewenang
Tugas dan wewenang DPR antara lain:
• Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
• Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
• Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
• Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
• Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
• Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
• Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
• Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
• Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
• Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
• Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi
• Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
• Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
• Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
• Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
[sunting] Hak
Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan Undang-Undang tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat

Pada anggota DPR melekat hak ajudikasi dan legislasi yakni berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
[sunting] Alat kelengkapan
Alat kelengkapan DPR terdiri atas: Pimpinan, Komisi, Badan Musyawarah, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Urusan Rumah Tangga, Badan Kerjasama Antar-Parlemen, Panitia Anggaran, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan.
[sunting] Pimpinan
Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi.
Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, terdiri dari seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR dalam Sidang Paripurna DPR.
[sunting] Komisi
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing:
• Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
• Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
• Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan keamanan.
• Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan.
• Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal.
• Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha milik negara.
• Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan.
• Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.
• Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi.
• Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
• Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
[sunting] Badan Musyawarah
Bamus merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting DPR digodok terlebih dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU).
Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Anggota Bamus berjumlah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh Pimpinan DPR.
[sunting] Badan Anggaran
Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan Badan Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.
[sunting] Badan Kehormatan
Badan Kehormatan (BK) DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. BK merupakan salah satu alat kelengkapan yang bersifat sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan respon atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik kepentingan.
BK DPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPR.
[sunting] Badan Legislasi
Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan kode etik anggota DPR.
Badan Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).
[sunting] Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan bidang keuangan/administratif anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan Pegawai Sekretariat Jenderal DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.
[sunting] Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
BKSAP bertugas:
1. membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain; 2. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR; 3. mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri; dan 4. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.
[sunting] Panitia Khusus
Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang bersifat sementara yang disebut Panitia Khusus (Pansus).
Komposisi keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.

[sunting] Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
DPR dalam permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang DPR membuat susunan dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang beranggotakan paling sedikit tujuh orang dan paling banyak sembilan orang atas usul dari fraksi-fraksi DPR yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat paripurna dengan tugas untuk penelaahan setiap temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
[sunting] Anggota
[sunting] Kekebalan hukum
Anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.
[sunting] Larangan
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
[sunting] Penyidikan
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
[sunting] Komposisi anggota
Komposisi DPR saat ini adalah komposisi yang berdasarkan Pemilu 2009. Anggota-anggota DPR yang terpilih berdasarkan Pemilu tersebut mengelompokkan diri kedalam fraksi-fraksi.
Fraksi Jumlah Anggota Ketua
Fraksi Partai Demokrat (F-PD)
148 Anas Urbaningrum

Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG)
107 Setya Novanto

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) 94 Tjahjo Kumolo

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS)
57 Mustafa Kamal

Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN)
46 Asman Abnur

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP)
37 Hasrul Azwar

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB)
28 Marwan Ja'far

Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra)
26 Mujiyono Haryanto

Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura)
17 Ahmad Fauzi

[sunting] Sekretariat Jenderal
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPR, dibentuk Sekretariat Jenderal DPR yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPR dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR.
Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPR secara profesional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal DPR.

[sunting]

DPR RI

Sejarah
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta[1]. Tanggal peresmian KNIP ini (29 agustus 1945) dijadikan sebagai hari lahir DPR RI.
Dalam Sidang KNIP yang pertama dipilih pimpinan sebagai berikut:
• Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
• Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
• Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
• Wakil Ketua III : Adam Malik
Adapun pimpinan saat ini (2010) sebagai berikut:
• Ketua: H. Marzuki Alie, SE., MM. (Fraksi Partai Demokrat)
• Wakil Ketua: Ir. Taufik Kurniawan, MM. (Fraksi Partai Amanat Nasional)[2]
• Wakil Ketua: Drs. H. Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golongan Karya)
• Wakil Ketua: Ir. H. Pramono Anung Wibowo, MM. (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
• Wakil Ketua: H.M. Anis Matta, Lc. (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera)
Jika dihitung sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, DPR RI saat (2010) ini adalah dewan yang ketujuhbelas[3]. Dewan-dewan selengkapnya sebagai berikut:
• Dewan Pertama: Komite Nasional Indonesia Pusat (29 Agustus 1945 - 15 Agustus 1950)
• Dewan Kedua: DPR Republik Indonesia Serikat (15 Februari 1950 - 15 Agustus 1950)
• Dewan Ketiga: DPR Sementara (16 Agustus 1950 - 26 Maret 1956)
• Dewan Keempat: DPR Pemilu 1955 (26 Maret 1956 - 22 Juli 1959)
• Dewan Kelima: DPR Peralihan (22 Juli 1959 - 26 Juni 1960)
• Dewan Keenam: DPR Gotong Royong (26 Juni 1960 - 15 November 1965)
• Dewan Ketujuh: DPR Gotong-Royong tanpa PKI (15 November 1965 - 19 November 1966)
• Dewan Kedelapan: DPR Gotong Royong - DPR Orde Baru (19 November 1966 - 28 Oktober 1971)
• Dewan Kesembilan: DPR Pemilu 1971 (28 Oktober 1971 - 1 Oktober 1977)
• Dewan Kesepuluh: DPR Pemilu 1977 (1 Oktober 1977 - 1 Oktober 1982}
• Dewan Kesebelas: DPR Pemilu 1982 (1 Oktober 1982 - 1 Oktober 1987)
• Dewan Keduabelas: DPR Pemilu 1987 (1 Oktober 1987 - 1 Oktober 1992)
• Dewan Ketigabelas: DPR Pemilu 1992 (1 Oktober 1992 - 1 Oktober 1997)
• Dewan Keempatbelas: DPR Pemilu 1997 (1 Oktober 1997 - 1 Oktober 1999)
• Dewan Kelimabelas: DPR Pemilu 1999 (1 Oktober 1999 - 1 Oktober 2004)
• Dewan Keenambelas: DPR Pemilu 2004 (1 Oktober 2004 - 1 Oktober 2009)
• Dewan Ketujuhbelas: DPR Pemilu 2009 (mulai 1 Oktober 2009)
[sunting] Tugas dan wewenang
Tugas dan wewenang DPR antara lain:
• Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
• Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
• Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
• Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
• Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
• Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
• Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
• Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
• Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
• Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
• Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi
• Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
• Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
• Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
• Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
[sunting] Hak
Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan Undang-Undang tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat

Pada anggota DPR melekat hak ajudikasi dan legislasi yakni berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
[sunting] Alat kelengkapan
Alat kelengkapan DPR terdiri atas: Pimpinan, Komisi, Badan Musyawarah, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Urusan Rumah Tangga, Badan Kerjasama Antar-Parlemen, Panitia Anggaran, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan.
[sunting] Pimpinan
Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi.
Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, terdiri dari seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR dalam Sidang Paripurna DPR.
[sunting] Komisi
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing:
• Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
• Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
• Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan keamanan.
• Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan.
• Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal.
• Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha milik negara.
• Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan.
• Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.
• Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi.
• Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
• Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
[sunting] Badan Musyawarah
Bamus merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting DPR digodok terlebih dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU).
Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Anggota Bamus berjumlah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh Pimpinan DPR.
[sunting] Badan Anggaran
Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan Badan Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.
[sunting] Badan Kehormatan
Badan Kehormatan (BK) DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. BK merupakan salah satu alat kelengkapan yang bersifat sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan respon atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik kepentingan.
BK DPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPR.
[sunting] Badan Legislasi
Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan kode etik anggota DPR.
Badan Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).
[sunting] Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan bidang keuangan/administratif anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan Pegawai Sekretariat Jenderal DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.
[sunting] Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
BKSAP bertugas:
1. membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain; 2. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR; 3. mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri; dan 4. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.
[sunting] Panitia Khusus
Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang bersifat sementara yang disebut Panitia Khusus (Pansus).
Komposisi keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.

[sunting] Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
DPR dalam permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang DPR membuat susunan dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang beranggotakan paling sedikit tujuh orang dan paling banyak sembilan orang atas usul dari fraksi-fraksi DPR yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat paripurna dengan tugas untuk penelaahan setiap temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
[sunting] Anggota
[sunting] Kekebalan hukum
Anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.
[sunting] Larangan
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
[sunting] Penyidikan
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
[sunting] Komposisi anggota
Komposisi DPR saat ini adalah komposisi yang berdasarkan Pemilu 2009. Anggota-anggota DPR yang terpilih berdasarkan Pemilu tersebut mengelompokkan diri kedalam fraksi-fraksi.
Fraksi Jumlah Anggota Ketua
Fraksi Partai Demokrat (F-PD)
148 Anas Urbaningrum

Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG)
107 Setya Novanto

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) 94 Tjahjo Kumolo

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS)
57 Mustafa Kamal

Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN)
46 Asman Abnur

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP)
37 Hasrul Azwar

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB)
28 Marwan Ja'far

Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra)
26 Mujiyono Haryanto

Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura)
17 Ahmad Fauzi

[sunting] Sekretariat Jenderal
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPR, dibentuk Sekretariat Jenderal DPR yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPR dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR.
Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPR secara profesional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal DPR.

[sunting]

UU No. 17 Tahun 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG
KEUANGAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang;
b. bahwa pengelolaan hak dan kewajiban negara sebagaimana dimaksud pada huruf a telah diatur dalam
Bab VIII UUD 1945;
c. bahwa Pasal 23C Bab VIII UUD 1945 mengamanatkan hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur
dengan undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
dibentuk Undang-undang tentang Keuangan Negara;
Mengingat:
Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21,
Pasal 22D, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, Pasal 23E, dan Pasal 33 ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-
Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KEUANGAN NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
5. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah
Pusat.
6. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
9. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
10. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
11. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
12. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
13. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
14. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih.
15. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
16. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih.
17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Pasal 2
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar
tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan/atau kepentingan umum;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Pasal 3
(1) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
(2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan
undang-undang.
(3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
(4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.
(5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
(6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
(7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun
anggaran berikutnya.
(8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk
membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh
persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
Pasal 4
Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
Pasal 5
(1) Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang
Rupiah.
(2) Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai dengan
ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
BAB II
KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Pasal 6
(1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintahan.
(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan
mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 7
(1) Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.
(2) Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) setiap tahun disusun APBN dan APBD.
Pasal 8
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai
berikut :
a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 9
Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
e. mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang
dipimpinnya;
f. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga
yang dipimpinnya;
g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
h. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undangundang.
Pasal 10
(1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c :
a. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;
b. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang
daerah.
(2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas
sebagai berikut :
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
d. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
e. menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(3) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai
tugas sebagai berikut:
a. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
e. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya;
f. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya;
g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
BAB III
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN
Pasal 11
(1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undangundang.
(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
(4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
(5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Pasal 12
(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam
menghimpun pendapatan negara.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana
kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit
tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan
surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 13
(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun
anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei
tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokokpokok
kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama
Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan
bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Pasal 14
(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun
berikutnya.
(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja
yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja
untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan
penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun
sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang
mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan
dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang
APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
BAB IV
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD
Pasal 16
(1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan
Daerah.
(2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan
yang sah.
(4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Pasal 17
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan
daerah.
(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana
kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan
Daerah tentang APBD.
Pasal 18
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambatlambatnya
pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk
dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Pasal 19
(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran
menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja
yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun
berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah
sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 20
(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun
sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang
yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran
dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja.
(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggitingginya
sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
BAB V
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DANBANK SENTRAL, PEMERINTAH DAERAH,
SERTA PEMERINTAH/LEMBAGA ASING
Pasal 21
Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan
moneter.
Pasal 22
(1) Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan undangundang
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau
sebaliknya.
(3) Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain dengan
persetujuan DPRD.
Pasal 23
(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari
pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR.
(2) Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
diteruspinjam-kan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan Negara/ Perusahaan Daerah.
BAB VI
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN NEGARA,
PERUSAHAAN DAERAH, PERUSAHAAN SWASTA, SERTA
BADAN PENGELOLA DANA MASYARAKAT
Pasal 24
(1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah
dari perusahaan negara/daerah.
(2) Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.
(3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.
(4) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.
(5) Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah mendapat
persetujuan DPR.
(6) Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan daerah setelah
mendapat persetujuan DPRD.
(7) Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat
memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah
mendapat persetujuan DPR.
Pasal 25
(1) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat
yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat.
(2) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku bagi badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari pemerintah.
BAB VII
PELAKSANAAN APBN DAN APBD
Pasal 26
(1) Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden.
(2) Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan
Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 27
(1) Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 (enam)
bulan berikutnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada
akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah
Pusat.
(3) Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan
Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi :
a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi,
antarkegiatan, dan antarjenis belanja;
d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjalan.
(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya,
yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran.
(5) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran
yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Pasal 28
(1) Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis untuk 6
(enam) bulan berikutnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada
akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah
Daerah.
(3) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD
dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran
yang bersangkutan, apabila terjadi :
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi,
antarkegiatan, dan antarjenis belanja.
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjalan.
(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya,
yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam
Laporan Realisasi Anggaran.
(5) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun anggaran
yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Pasal 29
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan
dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara.
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN
APBN DAN APBD
Pasal 30
(1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan
Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya.
Pasal 31
(1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan
Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
daerah.
Pasal 32
(1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
(2) Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite
standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu
mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 33
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang
tersendiri.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF,
DAN GANTI RUGI
Pasal 34
(1) Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan
kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD
diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
(2) Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang
tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai
dengan ketentuan undang-undang.
(3) Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada pegawai negeri
serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undangundang
ini.
Pasal 35
(1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan
mengganti kerugian dimaksud.
(2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau
surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
(3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.
(4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai
perbendaharaan negara.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
(1) Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya
dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
(2) Batas waktu penyampaian laporan keuangan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah, demikian pula
penyelesaian pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat/ pemerintah daerah oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, berlaku mulai
APBN/APBD tahun 2006.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Pada saat berlakunya undang-undang ini :
1. Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860);
2. Indis che Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 Nomor 419 jo. Stbl. 1936 Nomor 445;
3. Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 Nomor 381;
sepanjang telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 38
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
Pasal 39
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Telah sah
pada tanggal 5 April 2003
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 47
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG
KEUANGAN NEGARA
I. UMUM
1. Dasar Pemikiran
Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi
pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan
hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan negara.
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan
pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai
dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan
belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang
ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat
Pasal 23C diatur dengan undang-undang.
Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan
perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku
berdasarkan Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Indische Comptabiliteitswet
yang lebih dikenal dengan nama ICW Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan diundangkan
dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir Undang-undang Nomor 9
Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867,
Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het
Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan
pertanggungjawaban keuangan negara digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de
Algemeene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320. Peraturan perundang- undangan tersebut tidak
dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara
dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, meskipun
berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara materiil sebagian dari
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan.
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab
terjadinya beberapa bentuk penyimp angan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya
menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang
berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan
negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis
sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang
Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan
selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-
Undang Dasar 1945.
2. Hal-hal Baru dan/atau Perubahan Mendasar dalam Ketentuan Pengelolaan Keuangan Negara yang
Diatur dalam Undang-undang ini
Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur dalam
undang-undang ini meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum
pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan
penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank
sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara
pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan
pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan
pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan
pemerintahan secara internasional.
3. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek,
proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam
bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu
baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan
Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain
yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup
seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas
mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan
dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana
tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub
bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan.
4. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung
jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai
dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan
Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar
tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam
pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas
spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah
yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
•akuntabilitas berorientasi pada hasil;
•profesionalitas;
•proporsionalitas;
•keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
•pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip
pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar
1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan
Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen
keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat
umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan
kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan
selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu
Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO)
Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya
adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini
perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan
tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya
peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan,
perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian
kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku pengelola
keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
dilakukan oleh bank sentral.
6. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi
penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan
pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem
akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan
anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen
kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam
upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan
secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran
sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja
daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal
tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan
antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di
sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem
anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta
untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam
sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan
anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja
kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik,
perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang
digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut
dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran
yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan
standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas
statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran
belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya
pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi,
penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan
dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang
dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dalam era globalisasi.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan
fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana
dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan
berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang
ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk
pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
7. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah,
Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta
Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu
diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga
infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan
keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan
badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank
sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undangundang
ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan
kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan
pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa
pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
8. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih
lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam
pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut halhal
yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor
pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai,
dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu,
penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan
alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah
pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada
DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan
dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan
penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat
lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/ lembaga di
lingkungan pemerintah.
9. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi
prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah
diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan
APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan
realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun
sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6
(enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan
keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus
disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun
anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang
APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan
unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang
ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah
tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya,
dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian
negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan
kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN /Peraturan Daerah
tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta
berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah
tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi
wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga
atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi
dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola
keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf i meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang
atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian
negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Pasal 3
Ayat (1)
Setiap penyelenggara negara wajib mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pengelolaan dimaksud dalam ayat ini mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan,
penggunaan, pengawasan, dan pertanggung-jawaban.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat ini meliputi kewenangan
yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.
Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas
dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban
APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji
dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/ kebijakan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan
rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga negara dan lembaga pemerintah
nonkementerian negara.
Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang
bertangguing jawab atas pengelolaan keuangan lembaga yang bersangkutan.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Piutang dimaksud dalam ayat ini adalah hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan pajak
yang pemungutannya menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Utang dimaksud dalam ayat ini adalah kewajiban negara kepada pihak ketiga dalam rangka pengadaan
barang dan jasa yang pembayarannya merupakan tanggung jawab kementerian negara/lembaga
berkaitan sebagai unit pengguna anggaran dan/atau kewajiban lainnya yang timbul berdasarkan
undang-undang/keputusan pengadilan.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah dalam rangka akuntabilitas dan
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas
penggunaan anggaran.
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah dalam rangka akuntabilitas dan
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas
penggunaan anggaran.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam pungutan perpajakan tersebut termasuk pungutan bea masuk dan cukai.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga
pemerintahan pusat.
Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban
dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata,
budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan
dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman
dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
Ayat (4)
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertang-gungjawaban antargenerasi
sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan
peningkatan jaminan sosial.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak
mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga
teknis daerah.
Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,
agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
Pasal 17
Ayat (1)
Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan
dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan.
Ayat (4)
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar generasi,
sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan
peningkatan jaminan sosial.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak
mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian
pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian
pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.
Pasal 24
Ayat (1)
Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian
pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan badan pengelola dana masyarakat dalam ayat ini tidak termasuk perusahaan
jasa keuangan yang telah diatur dalam aturan tersendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya
ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN yang bersangkutan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya
ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
menerima laporan keuangan dari Pemerintah Pusat.
Ayat (2)
Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan
prestasi kerja setiap kementerian negara/lembaga.
Pasal 31
Ayat (1)
Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2
(dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah.
Ayat (2)
Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan
prestasi kerja satuan kerja perangkat daerah.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan tidak memberikan pertimbangan yang diminta, Badan Pemeriksa
Keuangan dianggap menyetujui sepenuhnya standar akuntansi pemerintahan yang diajukan oleh
Pemerintah.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Kebijakan yang dimaksud dalam ayat ini tercermin pada manfaat/hasil yang harus dicapai dengan
pelaksanaan fungsi dan program kementerian negara/lembaga/pemerintahan daerah yang
bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Undang-undang ini sudah harus
selesai selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun. Pelaksanaan penataan dimulai sejak
ditetapkannya Undang-undang ini dan sudah selesai dalam waktu 2 (dua) tahun.
Pasal 39
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4286